Mulai akhir Desember 2013 sampai bulan Januari 2014, Indonesia mengalami curah hujan yang cukup tinggi dan berkepanjangan. Hal ini merupakan efek dari pemanasan global, sehingga menyebabkan "arus cuaca" macet, efeknya satu musis terasa lebih lama.
Seperti disampaikan pada artikel berikut.
Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Edvin Aldrian mengungkapkan, polar vortex yang menyerang Amerika Serikat tersebut terbentuk di kutub utara di Kanada. Aliran udara dingin yang berputar berlawanan dengan arah jarum jam ini sebenarnya hanya terkonsentrasi di wilayah kutub. Tetapi saat melemah atau karena perbedaan suhu dan tekanan dengan wilayah di lintang lebih rendah, polar vortex bisa menjalar lebih ke selatan.
Penjalaran hingga wilayah yang jauh ke selatan ini merupakan kontribusi pemanasan global. ‘’Pemanasan global menyebabkan temperatur di wilayah tropis lebih tinggi. Temperatur lebih tinggi berarti tekanan lebih rendah. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke rendah,’’ ungkap Edvin.
Pemanasan global juga membuat perbedaan suhu dan tekanan lebih besar, sehingga polar vortex berdampak pada wilayah yang jauh lebih ke selatan dari sebelumnya.
Selain memanaskan wilayah tropis, pemanasan global juga memanaskan wilayah Arktik, membuat banyak es mencair. Pemanasan di wilayah Artik memungkinkan semakin seringnya sistem polar vortex menjadi tidak stabil, hingga akhirnya menjalar ke luar kutub.
Menurut Edvin, peristiwa tersebut juga mengurangi dampak seruak dingin dari Siberia ke arah katulistiwa. Bagi Indonesia, seruak dingin tersebut bisa berdampak pada peningkatan curah hujan dan risiko banjir.
(sumber: http://pemerhatibencana.wordpress.com/2014/01/08/polar-vortex-dan-indonesia/)
Bagi peternakan di Indonesia hal ini menyebabkan permasalahan tersendiri berkaitan dengan kesehatan ternak. Berikut beberapa tips yang perlu diperhatikan dalam menghadapi curah hujan yang tinggi. CLICK DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar