Senin, 28 Januari 2013

Tahun Baru, Virus AI Clade Baru

Virus H5N1 clade 2.3.2 ditemukan di Indonesia, mematikan ratusan ribu itik. Secara filogenetik dekat dengan virus AI di Hongkong dan Vietnam. Dipastikan bukan hasil mutasi, tetapi introduksi dari luar oleh burung migran atau perdagangan unggas


Pasca berkoordinasi dengan Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjennak Keswan), Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) melakukan inventarisasi kejadian kasus kematian itik akibat infeksi AI (Avian Influenza) yang menggemparkan di akhir 2012 itu.

Hari berikutnya (4/12), Himpuli merilis data kematian itik dari anggotanya di 3 provinsi: Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Angkanya spektakuler. Terhitung 14 November sampai 3 Desember 2012, tercatat 320 ribu ekor itik tewas akibat disatroni virus AI atau flu burung ini.

Menjadi berita menghenyakkan, karena sebelumnya itik dikenal sebatas sebagai carrier (inang pembawa) atau reservoir virus H5N1. Artinya, virus penyebab AI ini berkembang dalam tubuh itik dan disebarkan ke lingkungan tetapi itik tak menunjukkan gejala sakit apalagi mati. Tetapi kini unggas air ini tak sanggup bertahan dan bergelimpangan dihajar ganasnya virus yang banyak ulah ini.

Berita baiknya, kepada Trobos Livestock Ketua Himpuli Ade Zulkarnain menginformasikan, sejak pekan ke-2 Desember 2012 tingkat kematian itik di anggota Himpuli sudah mereda. ”Karena pihak dinas di daerah sudah melakukan berbagai upaya penanggulangan,” jelas Ade.

Lain data Himpuli, lain pula data versi Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat ini merilis data kematian itik sejak September 2012 hingga 27 Desember 2012, terhitung 152.871 ekor. Data ini diperoleh dari 10 provinsi (Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Jogjakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Bali) yang dikumpulkan dari 51 kabupaten/kota (lihat tabel). Sebagian besar kasus terjadi pada peternakan itik komersial skala kecil.

Sementara, dalam sebuah konferensi pers di UGM Jogjakarta (26/12) yang pernyataannya dimuat berbagai media nasional, Kepala Seksi Informasi Veteriner dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Jogjakarta Putut Djoko Purnomo mengatakan, pihaknya menerima laporan kematian itik secara mendadak di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Jogjakarta mencapai 113.700 ekor dalam 4 bulan terakhir.

Virus AI Clade Baru

Ahli virologi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Widya Asmara yang turut dalam konferensi pers di UGM menyatakan, diduga sebagian besar kematian itik-itik ini disebabkan oleh virus AI subtipe H5N1 clade 2.3.2.1. Ditemukannya virusclade 2.3 ini menunjukkan adanya kelompok baru virus AI di Indonesia, karena yang sebelumnya beredar di tanah air dimasukkan dalam clade 2.1.
Ditemui terpisah, kepada Trobos Livestock Pudjiatmoko menyodorkan artikel ilmiah berjudul ”Investigasi wabah penyakit pada itik di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur: Identifikasi sebuah clade baru virus avian influenza subtipe H5N1 di Indonesia” sebagai landasan menjawab pertanyaan seputar kasus AI terbaru. Jurnal ini adalah hasil pantauan sejumlah balai pemerintah atas kejadian kematian itik secara massal tersebut, yang kemudian dipublikasikan.


Artikel ilmiah yang di tangan Pudjiatmoko melaporkan, itik-itik mati tersebut positif virus AI subtipe H5N1. Lebih jauh disebutkan, 7 isolat virus H5N1 yang diisolasi dari itik mati di Sukoharjo, Bantul, Sleman, Wonogiri, Blitar, dan Tegal telah disekuensing, dan terindikasi bukan berasal dari clade (kelompok gen) 2.1 yang endemis pada unggas di Indonesia selama ini.

Tingkat kesamaan asam nukleatnya (homologi) dengan clade 2.1 hanya sekitar 91 % - 93 %. Tetapi memiliki tingkat kekerabatan yang lebih tinggi terhadap clade 2.3.2.1 dengan tingkat kesamaan asam nukleat sekitar 97 % - 98 %. Dan dari analisa filogenetik dapat terbaca, tujuh isolat masuk dalam clade 2.3.2 (lihat gambar).

Meski begitu, Pudjiatmoko terkesan berhati-hati untuk menyebut pasti clade baru 2.3.2 ini sebagai biang keladi kematian. ”Untuk memastikan virus H5N1 clade 2.3.2 sebagai penyebab utama kematian itik, tentu perlu dilakukan uji patogenesitas dan virulensi virus langsung ke itik hidup. Dan saat ini sedang dilakukan uji biologis untuk mengetahui tingkat virulensi virus ini,” katanya. Karena sekalipun uji darah memberikan hasil positif virus AI H5N1, bukan berarti penyebab utama kematian adalah agen AI tersebut. Sebagaimana dikenal selama ini, sekalipun mengidap AI, itik tidak sakit maupun mati.

Sejumlah pihak pun meragukan AI sebagai sebab utama kematian itik, dan menduga ini akibat infeksi Clostridium botulinumdan/atau herpes virus seperti umum terjadi. Tetapi dugaan kematian karena bakteri dan virus lain dipatahkan oleh artikel ilmiah tadi yang menuliskan, pemeriksaan kultur bakteri dari mata, cairan mata, otak, jantung, dan hati menunjukkan hasil negatif terhadap jamur dan bakteri patogen. ”Dan sepanjang pengujian laboratorium, tidak ditemukan infeksi virus lain yang memiliki keganasan pada itik, selain virus H5N1,” tambah Pudji. 

HPAI

Menyoal keganasan virus,Pudjiatmoko dan Koordinator UPPAI (Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza) Muhammad Azhar punya penjelasannya. Umumnya virus AI yang bersifat sangat patogen (Highly Pathogenic Avian Influenza/HPAI)memiliki motif susunan dasar asam amino yang berulang (polybasic) sebelum tapak pemotongan (cleavage site) pada protein haemaglutinin-nya (HA). Virusclade 2.1 yang selama ini beredar di Indonesia memiliki karakter ini, sehingga dikategorikan dalam HPAI.


Dan dari analisis sekuen protein HA, virus baru ini juga memiliki motif polybasic asam amino di daerah tapak pemotongan enzim protease tersebut, yaitu PQRERRRKR (lihat gambar). Ini mengindikasikan virus yang diisolasi dari itik tersebut juga memiliki karakteristik HPAI. Artinya, sekalipun dari clade berbeda keduanya masuk kategori ganas. ”Perbedaan clade tidak memberi makna virulensi atau keganasan. Virulensi atau patogenesitas ditentukan oleh susunan asam amino dari protein HA tadi,” terang Azhar melalui surat elektronik.

Dipastikan Bukan Mutasi

Fakta baru yang tidak bisa dibantah adalah virus H5N1 clade 2.3.2 ditemukan di Indonesia. Dan pohon filogenetik menyuratkan, virus baru ini dekat (menyerupai) dengan virus A/Hongkong/6841/2010 yang dikategorikan dalam clade 2.3.2.1. Belum diketahui pasti apa sebab dan bagaimana mekanisme virus ini eksis di Indonesia.


Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui surat edarannya nomor 06042/PD.610/F/12/2012 tertanggal 6 Desember 2012 menyatakan, kemungkinan penyebab munculnya virus baru itu adalah pertama, terjadi mutasi genetic drift dan/ataugenetic shift dari virus sebelumnya (virus H5N1 clade 2.1.3). Ke dua, introduksi virus baru dari luar negeri yang mungkin disebabkan pemasukan itik dan produk itik secara ilegal atau migrasi burung liar.
Senada, Widya mengatakan ini bukan hasil mutasi virus clade 2.1. ”Bisa dipastikan ada virus baru masuk Indonesia,” ucapnya. Dan ia yakin, virus clade 2.3 ini masuk Indonesia sekitar Oktober 2012 lalu. Imbuh dia, virus ini sudah lama ada di Asia daratan pada burung liar. Kemudian menyebar ke peternakan ayam di Bhutan, Nepal, India, Bangladesh, dan China sekitar 2011.


Sumber: majalah TROBOS Livestock edisi Januari 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar