Seperti diketahui untuk menggapai performa optimal, kesehatan ayam harus terjaga prima. Oleh karena itu, menjaga kesehatan ayam dari serangan penyakit adalah hal yang mutlak. Tugas tersebut tidaklah selalu mudah karena seiring dengan waktu, masing-masing penyakit juga mengembangkan cara sendiri untuk menembus pertahanan yang dibuat peternak. Hal ini diperlihatkan dari beberapa penyakit yang masih tetap eksis di Indonesia, salah satunya ialah Gumboro.
Gumboro (infectious bursal disease/IBD), penyakit yang muncul pertama kali di daerah Dellaware (Amerika Serikat) di tahun 1957 ini, masih tetap ada hingga kini di Indonesia. Seluruh tipe ayam mulai dari pedaging, petelur, pembibit, pejantan dan juga buras rentan terhadap Gumboro.
Menelusuri catatan penyakit di Indonesia, kita akan menemukan bahwa Gumboro sempat menyebabkanoutbreak di tahun 1991. Adalah strain very virulent infectious bursal disease (vvIBD) yang menyebabkan outbreaktersebut. Virus ini juga menyebabkan outbreak Gumboro di Eropa tahun 1987. Pada outbreak di Indonesia, tingkat kesakitan mencapai 100% sedangkan tingkat kematian hingga 30% pada pedaging dan 60% pada petelur (Ignatovic et al., 2003)
Semenjak itu, kejadiannya berlangsung sporadik (tidak teratur dan tersebar) di Indonesia hingga sekarang. Data Technical Service Medion memperlihatkan bahwa Gumboro selalu berada di 10 besar penyakit selama 2006-2009 baik di ayam pedaging maupun petelur. Hal ini mengindikasikan penyakit ini masih tetap mengintai di sekitar kita.
Kenali Penyebab Gumboro
Penyakit ini disebabkan oleh virus IBD yang berasal dari famili (keluarga) virus Birnaviridae dan genusAvibirnavirus. Virus ini memiliki dua serotype yaitu I dan II. Hanya serotype I yang patogenik (menimbulkan sakit) pada ayam. Serotype II menyerang kalkun dan tidak patogenik pada ayam.
Virus Gumboro dengan mikroskop elektron
(Sumber : www.answers.com)
|
Struktur virus ini tidak beramplop, berbentuk simetris ikosahedral dan berisi dua utas rantai RNA (Ribonucleic Acid) (en.wikipedia.org). Dikarenakan tidak beramplop, virus ini memiliki kelebihan yaitu lebih stabil terhadap perubahan di lingkungan. Virus Gumboro tetap stabil dalam rentang pH yang luas (2-8), terpapar enzim proteolitik di usus seperti tripsin dan panas (60oC selama 30 menit tetap infektif) (MacLachlan dan Stott, 2004).MacLachlan dan Stott (2004) juga menyatakan bahwa virus IBD masih bisa ditemukan di kandang yang telah dipanen lebih dari 100 hari (tanpa didesinfeksi). Juga tahan terhadap sebagian besar golongan desinfektan kecuali Formades, Desinsep, Sporades, Antisep dan Neo Antisep.
Virus Gumboro hanya ditularkan secara horisontal dengan media penular utama ialah feses. Virus IBD di dalam feses masih infektif (mampu menginfeksi ayam lain,red) hingga 122 hari setelah dieksresikan (dikeluarkan) oleh ayam. Sedangkan virus di dalam air minum dan pakan ayam masih infektif hingga 52 hari setelah dieksresikan. Tempat air minum, pakan, kandang dan benda-benda lain juga dapat berperan sebagai media penular jika terkontaminasi feses yang mengandung virus Gumboro.
Transmisi virus secara vertikal (dari induk ke anak atau via telur) tidak terjadi. Begitupun dengan ayam yangcarrier atau ayam yang membawa virus tapi tidak sedang sakit Gumboro, juga tidak ditemukan sehingga ayam yang sembuh dari Gumboro tidak berpotensi menularkan virus ke lingkungan.
Anak ayam berumur 22-35 hari ternyata paling rentan terhadap serangan Gumboro. Keterangan ini diperkuat dengan data Technical Service Medion selama tahun 2006-2009 yang menyebutkan Gumboro paling sering menyerang ayam pedaging umur 22-28 hari dan ayam petelur umur 29-35 hari (Grafik 1).
Grafik 1. Rata-rata Sebaran Umur Infeksi Gumboro pada Ayam Pedaging dan Petelur (dalam Persen)
Sumber : Data Technical Service Medion, 2010
Immunosuppressive
Immunosuppressive menjadi karakteristik yang paling dikhawatirkan dari infeksi Gumboro. Hal ini dikarenakan virus ini akan menyerang sistem kekebalan tubuh ayam khususnya organ bursa Fabricius yangterletak di bagian atas lubang dubur (kloaka) ayam. Bursa Fabricius dapat ditemukan hingga 6 bulan, meski begitu pada umur lebih muda (4-5 bulan) bisa saja organ ini sudah tidak ditemukan karena proses menghilangnya organ ini turut dipengaruhi oleh hormon reproduksi.
Bursa Fabricius merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar sel limfosit B (salah satu sel darah putih) yang belum matang (immature). Sel ini akan mengalami pematangan di bursa Fabricius. Selain di bursa Fabricius, sel ini juga terdapat di thymus dan limpa dengan jumlah yang jauh lebih sedikit. Limfosit B yang matang kemudian bila bertemu dengan antigen (bibit penyakit) akan teraktivasi dan membentuk antibodi sebagai tanggap kebal ayam.
Sayangnya, virus Gumboro menyerang sel limfosit B yang belum matang ini sehingga terjadi penurunan jumlah limfosit B yang matang. Keadaan ini berimbas pada menurunnya jumlah antibodi yang terbentuk sehingga disebut immunosuppressive (keadaan dimana tanggap kebal tubuh tertekan) dan menjadi karakteristik dari penyakit Gumboro. Secara patologi anatomi, hal ini akan tampak sebagai kerusakan bursa Fabricius termasuk beberapa organ kekebalan lain seperti thymus dan limpa meski dalam taraf yang lebih ringan.
Gejala Klinis dan Patologi Anatomi Kasus Gumboro
Berdasarkan penampakan gejala klinisnya, Gumboro dibedakan menjadi dua yaitu subklinis dan klinis :
1. Gumboro subklinis
Seperti namanya, Gumboro ini tidak menampakkan gejala klinis. Penyakit ini biasa terjadi pada ayam yang berumur kurang dari 3 minggu. Meski tidak menampakkan gejala klinis, Gumboro subklinis dapat dideteksi dengan beberapa cara yaitu:
Recording bisa menjadi alarm peringatan dini yang baik karena bisa mendeteksi adanya penurunan produktivitas ayam misalnya penurunan laju pertambahan bobot badan. Tanda ini mengindikasikan ada gangguan pada tubuh anak ayam.
Pengambilan sampel darah anak ayam di umur 1-4 hari dimana anak ayam dengan titer antibodi (induk,red) rendah beresiko terserang Gumboro subklinis.
Bedah bangkai. Tindakan ini akan meneguhkan terjadinya infeksi Gumboro subklinis dimana akan ditemukan atrofi (mengecilnya ukuran) bursa Fabricius khususnya sebelum 20 hari dimana bursa Fabriciusseharusnya membesar.
Gumboro subklinis menyerang bursa Fabricius ketika perkembangan jumlah limfosit B di bursa Fabriciussangat pesat. Gangguan pada fase ini sulit dikompensasi di umur selanjutnya. Jika sudah begitu, tubuh ayam tidak bisa membentuk antibodi secara optimal sehingga ayam dalam kondisi immunosuppressive yang lama. Kondisi ini akan membawa gangguan-gangguan antara lain:
Ayam menjadi rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder. Infeksi tersebut bisa berasal Pasteurella multocida, Mycoplasma gallisepticum, virus ND, IB, AI dan sebagainya. Jika terjadi kematian maka akan berlangsung lama dengan jumlah yang meningkat dari hari ke hari.
Kegagalan vaksinasi disebabkan oleh ketidakoptimalan tubuh ayam menggertak antibodi terhadap virus vaksin yang masuk. Gejala yang paling sering ditemui ialah reaksi post vaksinasi yang lebih besar terutama pada vaksinasi menggunakan vaksin aktif
Meski tidak menimbulkan kematian (kecuali ada infeksi sekunder), Gumboro subklinis tetap menimbulkan kerugian. Penelitian pada farm pedaging komersial di Eropa menunjukkan infeksi Gumboro subklinis menyebabkan kerugian 28% dibanding farm yang sehat. Kerugian ini berasal dari penurunan pertambahan bobot badan, peningkatan FCR dan sebagainya.
2. Gumboro klinis
Gumboro ini biasanya menyerang ayam di atas umur 3 minggu. Gumboro ini dapat dideteksi dengan gejala klinis berupa diare putih, bulu kusam, ayam sering mematuki bulu di sekitar dubur, peradangan di sekitar dubur, gemetar dan ayam tampak lesu. Gejala ini akan tampak 2-3 hari setelah infeksi (masa inkubasi).
Tingkat kematian karena infeksi ini bervariasi antara 0,5–60%. Kematian mulai terjadi sejak hari kedua infeksi lalu meningkat terus hingga 2-3 hari kemudian dan akan menurun secara cepat pada hari ke-7 atau ke-8 (pemulihan kurang dari 1 minggu).
Pada bedah bangkai, akan ditemukan pembengkakan dari bursa Fabricius disertai edema, kekuningan dan kadang-kadang berdarah terutama pada ayam yang telah mati. Juga terdapat pembesaran limpa dan buluh darah serta perdarahan garis di otot dada dan paha sering terjadi. Ditemukan pula pembengkakan ginjal disertai endapan asam urat (warna putih,red) di tubulus akibat dari dehidrasi (kekurangan cairan).
Gambar Gumboro klinis. Ayam meringkuk (A), pada bedah bangkai ditemukan perdarahan bergaris di otot paha (B), peradangan dan pembengkakan bursa Fabricius (C) pembengkakan ginjal (D)
(Sumber : Tony Unandar)
Update Gumboro
Berbicara tentang Gumboro berarti membicarkan gangguan tanggap kebal tubuh ayam yaituimmunosuppressive. Dalam keadaan immunosuppressive ayam mudah terserang penyakit lain semisal CRD, CRD kompleks, colibacillosis, ND, AI, kolera, korisa dan lain-lain. Data Technical Services Medion sepanjang tahun 2006-2009 memperlihatkan bahwa penyakit CRD dan juga ND adalah penyakit yang paling sering muncul bersama Gumboro. Pada ayam pedaging tercatat juga Gumboro sering berkomplikasi dengan CRD kompleks, korisa dancolibacillosis sedangkan di ayam petelur ada korisa, koksidiosis dan kolera. Di antara penyakit tersebut, komplikasi ND dan Gumboro perlu diperhatikan karena keduanya disebabkan virus yang hingga kini belum ada obatnya sehingga memerlukan keputusan yang cermat saat melakukan penanganan.
Penanganan Kasus Gumboro
Saat terjadi kasus Gumboro, pertimbangkan baik-baik mana yang lebih dahulu ditangani. Jika terjadi komplikasi dengan penyakit lain, umumnya penanganan kasus Gumboro lebih diprioritaskan dibanding kasus lain dengan alasan immunosuppressive. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan jika ada kasus Gumboro :
1. Isolasi, desinfeksi dan pengeluaran feses
Penyakit Gumboro sangat mudah menular dengan tingkat morbiditas (kesakitan) mencapai 100%. Tingginya tingkat morbiditas ini ditunjang dengan adanya ayam sakit yang terus mengeluarkan partikel virus serta keberadaan virus di feses. Oleh karena itu, lakukan pemisahan ayam yang sakit. Juga jika memungkinkan keluarkan feses (dan litter,red) saat terjadi outbreak Gumboro untuk menghilangkan sumber penularan virus (yang bersembunyi di feses,red).
Tempat minum ayam (TMA dan TMAO) dan tempat ransum ayam (TRA) perlu didesinfeksi dengan Neo Antisep. Desinfeksi air minum juga perlu dilakukan dengan menggunakan Neo Antisep atau bisa juga denganDesinsep.
2. Terapi pendukung (supportive therapy)
Berikan air gula 2-5% untuk memulihkan stamina ayam. Tambahkan vitamin (Vita Stress atau Fortevit)serta menghidupkan pemanas/ IGM untuk meringankan gejala penyakit dan mengurangi tingkat stres ayam.
Pada kasus Gumboro yang mengalami pembengkakan ginjal, berikan Gumbonal untuk membantu meringankan gejala penyakit. Antibiotik spektrum luas seperti Proxan-C, Proxan-S atau Doctril (pilih salah satu) dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Tindakan revaksinasi tidak dianjurkan mengingat tidak optimalnya tanggap kebal ayam.
Pencegahan Kasus Gumboro Selanjutnya
Setelah Gumboro berlalu, peternak harus mengevaluasi beberapa hal agar kasusnya tidak terulang kembali. Beberapa yang bisa dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus Gumboro :
1. Mengoptimalkan masa persiapan kandang
Optimalisasi masa persiapan kandang dapat membantu mengeliminasi virus Gumboro. Lakukan desinfeksi kandang dengan baik dan benar mulai dari penurunan litter dan pengeluaran feses dari farm. Kemudian kandang disikat dan disabun lalu lalu dibiarkan hingga kering. Lalu didesinfeksi dengan Formades atauSporades.
Sanitasi juga peralatan kandang dengan Neo Antisep misalnya TMA, TRA dan TMAO. Lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Hindari mengeringkan dengan sinar matahari agar tidak merusak peralatan. Terakhir, taruh peralatan kandang yang sudah disanitasi dalam kandang yang sudah didesinfeksi. Tutup tirai kandang dan istirahatkan selama minimal 14 hari sebelum chick in. Jangan lupa untuk melakukan penyemprotan insektisida untuk mengeliminasi kumbang Alphitobius diaperinus yang berperan menyebarkan virus Gumboro (vektor).
Kumbang Alphitobius diaperinus yang berperan sebagai vektor Gumboro
(Sumber : entnemdept.ufl.edu)
|
2. Evaluasi program vaksinasi
Ada dua hal yang perlu diperhatikan saat mengevaluasi program vaksinasi yaitu cara memvaksinasi, kapan vaksinasi dilakukan dan vaksin apa yang digunakan. Untuk itu, diperlukan recording yang baik.
Ambil contoh jika di suatu farm pedaging komersial sering terjadi kasus Gumboro di umur 24-26 hari. Tingkat kematian sebesar 9% sedangkan vaksinasi hanya sekali dengan Medivac Gumboro B umur 18 hari. Pertanyaannya apakah yang dilakukan sudah tepat ?
Tindakan di atas masih belum tepat. Evaluasi pertama ialah terlalu dekatnya jarak waktu kejadian penyakit dengan waktu vaksin (+7 hari). Padahal antibodi hasil vaksinasi aktif paling cepat baru mencapai titer protektif pada +14 hari post vaksinasi. Saran yang diberikan ialah memajukan vaksinasinya menjadi di umur 10 hari. Bila pada periode pemeliharaan berikutnya masih terjadi kasus Gumboro, ubah kembali program vaksinasi menjadi 7 dan 14 hari dengan Medivac Gumboro A.
Evaluasi juga dilakukan terhadap jenis vaksin yang digunakan. Untuk tingkat kematian yang tinggi (>5%),Medivac Gumboro A lebih tepat digunakan sehingga saran yang diberikan ialah mengganti jenis vaksin dengan Medivac Gumboro A di umur 10 hari.
Untuk farm pedaging yang rawan Gumboro pada umur >3 minggu sekaligus rawan ND bisa dilakukan program Medivac ND-Gumboro Emulsion dan Medivac ND Hitchner B1 di umur 4 hari. Di umur 7 hari divaksin dengan Medivac Gumboro A (lihat Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Program Vaksinasi Gumboro pada Ayam Petelur
Tabel 2. Program Vaksinasi Gumboro pada Ayam Pedaging
Keterangan :
* Medivac Gumboro A untuk daerah yang sering terserang Gumboro pada umur 3 minggu
** Medivac Gumboro A atau Medivac Gumboro B di daerah yang sering terserang penyakit Gumboro pada umur lebih dari 3 minggu. Gunakan Medivac Gumboro A jika wabah disebabkan virus Gumboro yang sangat ganas dengan kematian lebih dari 5%
*** Vaksinasi ulang ayam petelur pada masa produksi dapat menggunakan vaksin aktif atau inaktif. Agar penentuan waktu vaksinasi lebih tepat sebaiknya dilakukan monitoring titer antibodi tiap bulan
Bagian Research and Development Medion (2010) telah melakukan trial Medivac ND-Gumboro Emulsionpada ayam pedaging. Pada umur 4 hari ayam divaksin dengan Medivac ND-IB dan Medivac ND-GumboroEmulsion. Kemudian di umur 11 hari dengan Medivac Gumboro A dan dilanjutkan pada umur 22 hari denganMedivac ND Clone 45. Dari trial tersebut didapatkan hasil bahwa program vaksinasi kombinasi aktif inaktif menggunakan Medivac ND-Gumboro Emulsion mampu menggertak antibodi ND dan Gumboro (Grafik 2 dan 3). Titer antibodi ND dan Gumboro mencapai titer protektif 3 minggu sejak vaksinasi Medivac ND-Gumboro Emulsion (umur 4 hari)
Grafik 2. Titer ND Hasil Vaksinasi Medivac ND-Gumboro Emulsion
Grafik 3. Titer Gumboro Hasil Vaksinasi Medivac ND-Gumboro Emulsion
Semoga dengan informasi yang telah disampaikan kasus Gumboro tidak lagi membandel. Salam sukses.
artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar