Disusun oleh:
Drh Rr. Mieke Sarah Ditya & Drh Hananto PT. Bantoro
Technical Team of Pharmaceutical and Biosecurity Product
PT NOVINDO AGRITECH HUTAMA
1. Pendahuluan
Performa broiler, layer, maupun breeder dipengaruhi oleh
kualitas telur. Kualitas telur merupakan parameter penting pada proses
embriogenesis yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan anak ayam tersebut.
Di hatchery, penentuan kualitas anak ayam biasanya berdasarkan aspek kualitatif
seperti ada/tidaknya abnormalitas dan kontaminasi. Kualitas anak ayam yang baik
akan menjamin kemampuan ayam untuk bertahan dan tumbuh lebih baik terutama pada
7 hari pertama masa hidupnya. Menurut Deeming (1995), kualitas anak ayam
dipengaruhi oleh berat anak ayam, kualitas incubator, kondisi lingkungan saat
inkubasi, dan karakteristik telur. Setelah diteliti, lama penyimpanan (egg
storage time) pada saat holding juga mempengaruhi kualitas
telur, perkembangan embrio dan waktu inkubasi.
Hingga saat ini, peternak masih memiliki pemahaman dan teknik yang berbeda-beda dalam menentukan kualitas anak ayam yang baik dan yang buruk. Hal ini tidak menjadi masalah apabila dilakukan oleh satu orang, tetapi ketika penilaian dilakukan oleh 3 orang atau lebih, biasanya akan muncul perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, alangkah baiknya dilakukan suatu standarisasi dengan menetapkan parameter-parameter tertentu untuk menentukan kualitas anak ayam tersebut. Dari penilaian ini, bisa dilanjutkan dengan pengukuran pertumbuhan relative/relative growth (RG) pada 7 hari setelah ayam ditetaskan. Data korelasi antara penilaian kualitas anak ayam dan pertumbuhan relatif ini bisa digunakan untuk memperkirakan performa ayam ke depan, setelah dipanen. Selain itu data ini juga berguna untuk perbaikan manajemen hatchery terutama pada proses penyimpanan telur dam inkubasi.
Hingga saat ini, peternak masih memiliki pemahaman dan teknik yang berbeda-beda dalam menentukan kualitas anak ayam yang baik dan yang buruk. Hal ini tidak menjadi masalah apabila dilakukan oleh satu orang, tetapi ketika penilaian dilakukan oleh 3 orang atau lebih, biasanya akan muncul perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, alangkah baiknya dilakukan suatu standarisasi dengan menetapkan parameter-parameter tertentu untuk menentukan kualitas anak ayam tersebut. Dari penilaian ini, bisa dilanjutkan dengan pengukuran pertumbuhan relative/relative growth (RG) pada 7 hari setelah ayam ditetaskan. Data korelasi antara penilaian kualitas anak ayam dan pertumbuhan relatif ini bisa digunakan untuk memperkirakan performa ayam ke depan, setelah dipanen. Selain itu data ini juga berguna untuk perbaikan manajemen hatchery terutama pada proses penyimpanan telur dam inkubasi.
2. Penilaian Kualitas Anak Ayam Berdasarkan Parameter
Saat ini, kualitas anak ayam bisa dinilai berdasarkan
kriteria yaitu respon baik/buruk, bulu basah/kering, kondisi paruh, performa,
dan sebagainya. Namun ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa metode yang
paling objektif adalah dengan mengukur angka mortalitas ayam pada minggu
pertama. Cara ini memang dianggap objektif tetapi dinilai terlambat apabila
harus menunggu sampai ayam umur 1 minggu. Tentunya peternak dituntut secepat
mungkin mendapatkan informasi sehingga bisa menentukan langkah lebih lanjut
untuk memperbaiki kualitas anak ayam di flok tersebut. Para peneliti masih
berusaha mencari parameter yang paling objektif dan untuk saat ini cara yang
paling baik adalah dengan menggunakan beberapa kombinasi metode.
Menurut peneliti dari Universitas Georgia US (2005), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas anak ayam (lihat tabel 1). Beberapa kelompok peternak di Belgia telah mengevaluasi kualitas ayam dari tiga strain breeder broiler dengan metode yang diterapkan para peneliti dari Universitas Georgia US. Tabel 1 menggambarkan parameter untuk menentukan kualitas ayam sedangkan tabel 2 menggambarkan sistem skoring yang dilakukan.
Menurut peneliti dari Universitas Georgia US (2005), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas anak ayam (lihat tabel 1). Beberapa kelompok peternak di Belgia telah mengevaluasi kualitas ayam dari tiga strain breeder broiler dengan metode yang diterapkan para peneliti dari Universitas Georgia US. Tabel 1 menggambarkan parameter untuk menentukan kualitas ayam sedangkan tabel 2 menggambarkan sistem skoring yang dilakukan.
Tabel 1. Faktor yang menentukan
kualitas anak ayam
Kualitas telur tetas
|
Kelemahan
|
Waktu Koleksi
|
Bisa mempengaruhi tahap perkembangan embrio
|
Penyimpanan telur
|
Suhu dan Kelembaban
|
Suhu inkubasi
|
Variasi suhu panas/dingin sebaiknya dihindari
|
Konsentrasi CO2 dalam inkubator
|
Pada konsentrasi tertentu, CO2 dibutuhkan untuk
perkembangan embrio, tetapi pada konsentrasi tinggi bisa menurunkan kualitas
ayam
|
Masa tetas telur
|
Jarak antara telur yang menetas paling awal dan paling
akhir perlu diperhitungkan untuk menentukan kapan DOC dikeluarkan dari
inkubator. Hal ini sangat berdampak pada performa ayam
|
(Sumber:
University of Georgia, 2005)
Tabel 2. Parameter dan sistem penilaian
yang digunakan
untuk menilai kualitas anak ayam
untuk menilai kualitas anak ayam
Parameter
|
Deskripsi
|
Karakteristik
|
Skor
|
Aktivitas ayam
|
DOC diposisikan terlentang kemudian diamati cepat/tidaknya
respon untuk kembali pada posisi berdiri. Apabila DOC langsung berdiri maka
DOC tersebut masuk dalam kriteria kuat, sedangkan apabila membutuhkan waktu
lama untuk berdiri DOC masuk dalam kriteria lemah
|
Aktif
|
6
|
Lemah
|
0
|
||
Penampilan
luar/fisik |
DOC harus kering dan bersih (bulu bersih dari kerabang,
membrane, dan sisa kuning telur.
|
Bulu bersih dan kering
|
10
|
Bulu basah
|
8
|
||
Bulu basah dan kotor
|
0
|
||
Mata
|
Mata yang terbuka sempurna, awas, dan bersinar menunjukkan
DOC berkualitas baik. Mata terbuka tetapi terlihat suram menunjukkan kualitas
sedang, sedangkan mata tertutup menunjukkan DOC tersebut berkualitas buruk.
|
Mata cerah dan terbuka
|
16
|
Mata terbuka tetapi suram
|
8
|
||
Mata tertutup
|
0
|
||
Kaki
|
DOC diposisikan berdiri kemudian observasi sikap
berdirinya dan lihat apakah ada luka atau memar pada kedua kakinya
|
Kaki dan jari normal
|
16
|
1 kaki terinfeksi
|
8
|
||
2 kaki terinfeksi
|
0
|
||
Pusar
|
Lakukan pemeriksaan pusar apakah sudah tertutup sempurna
atau belum, kemudian amati warna kulit di sekitar pusar. Warna kulit pusar
yang berbeda dengan kulit DOC menunjukkan DOC berkualitas buruk
|
Bersih dan tertutup sempurna
|
12
|
Terbuka dan sewarna dengan kulit
di sekitarnya
|
6
|
||
Terbuka dan warna berbeda dengan
kulit di sekitarnya
|
0
|
||
Sisa Membran
|
Banyaknya membran pusar yang tersisa bisa dikategorikan
sebagai kecil, besar, sangat besar. Jika membrane terlihat seperti benang
termasuk dalam kategori kecil
|
Tidak ada membrane
|
12
|
Membran kecil seperti benang
|
8
|
||
Ukuran membran besar
|
4
|
||
Ukuran membrane sangat besar
|
0
|
||
Sisa kuning telur
|
Lakukan perabaan pada bagian abdomen, kemudian raba ukuran
sisa kuning telur atau observasi ada atau tidaknya sisa kuning telur yang
keluar dari abdomen DOC
|
Tidak ada sisa kuning telur
|
16
|
Kuning telur kecil
|
12
|
||
Kuning telur besar
|
8
|
||
Kuning telur sangat besar
|
0
|
(Sumber:
University Of Georgia, 2005)
Setelah melakukan penilaian maka didapat skor dengan total
skor tertinggi 100. Tinggi atau rendahnya skor menentukan kemampuan ayam untuk
bertahan hidup dan tingkat keparahan anomali yang terdapat pada ayam tersebut.
Setelah itu dilakukan penimbangan berat anak ayam/DOC dan berat ketika sudah
berumur 7 hari sehingga dapat diukur pertumbuhan relatifnya dengan rumus :
RG (Relative growth)= 100 x (berat ayam pada umur 7
hari- berat DOC)/berat DOC
3. Korelasi Antara Kualitas Telur Dan Kualitas Anak Ayam
Performa dan Kualitas anak ayam juga
bergantung pada kualitas telur. Kualitas telur merupakan parameter penting pada
proses embriogenesis yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan anak ayam
tersebut. Menurut Deeming (1995), kualitas anak ayam dipengaruhi oleh berat
anak ayam, berat telur, kualitas inkubator, kondisi lingkungan saat inkubasi,
dan karakteristik telur. Setelah diteliti, lama penyimpanan (egg storage time)
pada saat holding juga mempengaruhi kualitas telur,
perkembangan embrio dan waktu inkubasi. Waktu storage yang
terlalu lama juga bisa mempengaruhi berat telur karena adanya water
loss selama penyimpanan. Korelasi antara berat telur di setter dan
berat ayam adalah sebagai berikut:
Berat ayam: 0.827 x (berat telur) – 6.122 (r=0.93;
P<0 .001="" span="">0>
Tabel 3. Lama inkubasi (jam) dan
waktu penetasan pada telur yang disimpan selama 3 hari dan 18 hari
Distribusi penetasan (%)
|
Waktu penyimpanan telur
|
||
25
|
484b
|
496a
|
48
|
50
|
486b
|
502a
|
64
|
75
|
492b
|
506a
|
56
|
95
|
500b
|
510a
|
40
|
(Sumber:
K. tona et. al 2003, Poultry Science 2003 82:736-741)
Tabel 4. Pengaruh waktu penyimpanan
terhadap kualitas ayam
Parameter
|
Waktu Penyimpanan telur
|
|
3 hari
|
18 hari
|
|
Anak ayam dengan skor 100 (%)
|
62.22a
|
48.04b
|
Rataan skor untuk semua anak ayam
|
96.59±0.43a
|
92.04±0.96b
|
Rataan skor untuk anak ayam dengan
skor <100 o:p="">100>
|
90.97±0.75a
84.68±1.12b
(Sumber:
K. Tona et. al 2003, Poultry Science 2003 82:736-741)
Selain itu,waktu hatching dipengaruhi oleh lama penyimpanan
telur yang akan diinkubasi sehingga berdampak pada jumlah ayam tidak langsung
merespon untuk makan untuk pertama kalinya. Parameter kualitas anak ayam juga
bisa dilihat dengan mengukur Relative Growth (RG) pada ayam yang memasuki usia
7 hari pemeliharaan. Tahap ini dinilai sebagai starting point yang sesungguhnya
untuk produksi . RG dinilai lebih baik dibanding Weight gain untuk mengukur
kecepatan pertumbuhan dan sering digunakan untuk melihat performa ayam.
Menurut Becker (1960), waktu penyimpanan telur yang terlalu lama bisa menyebabkan penurunan kualitas albumen. Selama inkubasi protein albumen akan bergerak menuju cairan amnion lalu dicerna oleh embrio dan akan berguna untuk proses embriogenesis dan pertumbuhan DOC setelah menetas. Pada tabel 4 bisa dilihat bahwa DOC dengan skor 100 lebih banyak terdapat pada telur yang disimpan selama 3 hari dibandingkan yang disimpan 18 hari pada proses holding.
Dari beberapa informasi di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui potensi broiler/layer/breeder diperlukan penilaian kualitas anak ayam (DOC) namun dikombinasikan dengan pengamatan pertumbuhan relatif ayam setelah berumur 7 hari dan kualitas telur sebelum ditetaskan. Akan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan akurasi dari metode ini dan mempermudah aplikasinya di lapangan.
Menurut Becker (1960), waktu penyimpanan telur yang terlalu lama bisa menyebabkan penurunan kualitas albumen. Selama inkubasi protein albumen akan bergerak menuju cairan amnion lalu dicerna oleh embrio dan akan berguna untuk proses embriogenesis dan pertumbuhan DOC setelah menetas. Pada tabel 4 bisa dilihat bahwa DOC dengan skor 100 lebih banyak terdapat pada telur yang disimpan selama 3 hari dibandingkan yang disimpan 18 hari pada proses holding.
Dari beberapa informasi di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui potensi broiler/layer/breeder diperlukan penilaian kualitas anak ayam (DOC) namun dikombinasikan dengan pengamatan pertumbuhan relatif ayam setelah berumur 7 hari dan kualitas telur sebelum ditetaskan. Akan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan akurasi dari metode ini dan mempermudah aplikasinya di lapangan.
Referensi:
1. [Departement of Agriculture]. 2005. Hatchery/Breeder Tip;
Chick Quality: An Update. Cooperative Extention Service. College of
Agricultural and Environtmental Sciences/Athens. University of Georgia.
2. K.Tona et al. 2003. Effects on egg storage time on spread
of hatch, chick quality, and chick juvenile growth. Poultry Sci. Vol
82: 736-741. Laboratory for Physiology and Immunology of Domestic Animals,
Department of Animal Production, Faculty of Agricultural and Applied Biological
Sciences, Leuven, Belgium.
Download versi PDF artikel ini
Sumber artikel hebat ini : http://www.novindo.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar