Pada awal tahun ini, harga pangan global mencapai rekor tertinggi selama 20 tahun, demikian menurut badan pangan dan pertanian dunia PBB (FAO).
Index Harga Pangan FAO, yang mengukur perubahan harga pangan setiap bulan, mencatat peningkatan 231 poin pada bulan Januari lalu, naik 3,4% dibanding Desember 2010. Harga biji-bijian global saat ini sudah meningkat 50-70% dibanding harga pada pertengahan tahun 2010, menurut FAO dan Program Pangan Dunia (WFP). Kecenderungan ini mengkhawatirkan tidak hanya bagi jutaan pengangguran di Amerika Serikat yang tengah berjuang untuk pulih dari resesi ekonomi, terutama bagi rakyat negara-negara sedang berkembang yang membelanjakan lebih banyak pendapatannya untuk pangan.
Lebih jauh, FAO melaporkan meningkatnya harga komoditi di seluruh dunia disebabkan oleh terbatasnya stok dan cuaca yang tidak menentu. Sebut saja Cyclone Yasi di Australia telah mengakibatkan banjir besar dan merusak panen komoditi, sebelumnya banjir dan panas telah mengganggu kualitas gandum di Amerika Serikat. Cuaca buruk juga mengganggu hasil panen komoditi di negara-negara Amerika Latin dan Rusia. Di Indonesia, hujan lebat telah mengurangi prediksi produksi padi sehingga pemerintah harus mengimpor dari negara tetangga.
Seperti diketahui, harga pangan domestik ditentukan oleh harga komoditi seperti gandum, jagung, beras dan kedelai. Data FAO menunjukkan trend harga yang meningkat pada pertengahan 2010 dan akan terus berlangsung pada 2011. Harga pangan di kawasan Asia telah meningkat hingga 20%. Negara-negara seperti India dan Indonesia menunjukkan peningkatan harga double digit.
Pangan merupakan komponen penting Indeks Harga Konsumen, dan negara-negara seperti Philippina dan Vietnam telah menunjukkan peningkatan indeks double digit akibat tingginya harga pangan.
Banyak negara kini harus berjuang melawan angka inflasi yang meningkat. Cina telah meningkatkan suku bunga untuk ‘mendinginkan suhu’ ekonomi dan melambatkan laju inflasinya yang telah terlalu kuat untuk pangan.