Penggunaan jagung bagi pakan ternak terutama unggas rata-rata berkisar 45-55% porsinya. Hal ini karena jagung mempunyai banyak keunggulan di bandingkan bahan baku lainnya. Dua diantara keunggulan jagung adalah kandungan energinya yang bisa mencapai 3350 kcal/kg (NRC 1994) dan xantophil yang cukup tinggi. Dari sisi asam amino jagung dipandang sebagai bahan yang cukup kaya akan methionine (rasio) sehingga kombinasi jagung dengan sumber lysine seperti Soybean Meal dirasa cukup baik dalam penyusunan ransum. Namun demikian, kandungan energi, xantophil dan asam amino jagung sebenarnya di pengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu contoh adalah kadar air, semakin tinggi kadar air jagung maka semakin rendah kandungan energi di dalamnya.
Gambar 1. Korelasi Kadar Air dengan Energi
Dari grafik disamping terlihat bahwa setiap kenaikan kadar air jagung 1% rata –rata akan diikuti dengan kandungan energi jagung sekitar 40 kcal/kg. Disamping itu umur ternak juga mempengaruhi daya cerna jagung itu sendiri, bagi ayam yang lebih tua energi pada jagung nilainya lebih tinggi di bandingkan ayam muda. Sebagian besar energi dalam jagung berasal dari pati dan hanya sedikit dari lemak.
Jagung juga dikenal sebagai sumber xantophill yang cukup baik. Xantofil adalah sejenis pigment pewarna kulit, kaki dan paruh, dan kuning telur.Kandungan xantofil jagung bisa mencapai 17-25 ppm, tergantung pada jenis jagung dan lokasi penanamanya. Bahan baku lain yang mengandung pigment xantofil tinggi antara lain DDGS, CGM tepung alfalfa, namun karena jagung penggunaanya banyak maka kebutuhan xantofil untuk ayam petelur sudah terpenuhi dari jagung saja. Kecuali peternak menginginkan produk telur yang spesial dengan warna kuning telur lebih, maka peternak bisa menambahkan xantofil sintesis yang beredar dipasaran seperti Carophyll Reed, Charophyll Yellow, Oroglo,Citranxantin ataupun brand lainnya.
Dari sisi protein, rata-rata jagung mengandung 8,5% protein atau kurang, secara keseluruhan komposisi asam amino jagung tidak ideal untuk unggas jika di pakai tanpa menggunakan kombinasi dengan bahan lain, namun demikian kandungan methionine nya mempunyai kontribusi yang cukup banyak dalam ransum ayam petelur. Methionine ini adalah asam amino pembetas pertama dari 22 jenis asam amino lainnya. Asam amino ini mutlak ada dalam pakan sesuai dengan kebutuhan ayam.
Kondisi jagung sangat tergantung pada musim, penanganan pasca panen, jamur dan mycotoxin didalamnya. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh peternak terutama pada saat penerimaan jagung. Tujuannya adalah agar pakan yang dihasilkan sesuai qualitasnya dengan apa yang telah diformulasikan peternak. Selain itu juga karena penggunaan jagung dalam pakan cukup tinggi.
Contoh kasus nya adalah sebagai berikut; standart SNI kadungan aflatoxin dalam pakan maksimal 50ppb; jika kita mnginginkan hal tersebut maka jagung yang kita terima sebaiknya kurang dari 80 ppb aflatoxinnya. Perhitungan mudahnya adalah, jika kita menggunakan 50% jagung dengan kandungan aflatoxin 80 ppb maka aflatoxin dalam pakan biasanya lebih dari 40 ppb, karena ada kemungkinan bahan lain juga yang mengandung aflatoxin. Berikut adalah beberapa standart penerimaan jagung yang bisa di gunakan.
Standar Penerimaan Jagung Lokal.
Tabel 1. Standart Penerimaan Jagung
Gambar 2. Jagung Rusak
Pengambilan Sample dan Penyimpanan Jagung
Pengambilan sample sangat penting, karena jika pengambilan sampledilakukan dengan tidak benar maka peternak bisa mengalami kerugian. Contoh : sample jagung diambil dari truk bagian belakang saja. Lalu di cek kandungan airnya, dan hasilnya 16 %. Setelah di turunkan jagungnya ternyata rata-rata kadar airnya 18%. Secara sederhanya peternak bisa dikatakan membeli air dengan harga jagung. Tetapi bukan sekedar itu. Mari kita hitung :
Kerugian Ekonomi :
Perbedaan Kadar Air Energi
Sample 16% 3158 kcal/kg
Aktual 18% 3080 kcal/kg
Selisih 2% -78 kcal/kg
Jika harga jagung dengan kadar air 16% adalah Rp. 2000,- maka harga energi jagung Rp. 0,63/kcal. Jadi kerugian per kg jagung adalah Rp. 49,-/kg Jagung.Jika dalam 1 truks ada 8 ton maka peternak mengalami kerugian sebesar Rp. 329.000,-atau jika penggunaan jagung sebanyak 47% dalam pakan, kerugian per kg pakan sebesar Rp. 23,-. Jika harga jagung Rp. 3000,-/kg maka kerugianya bisa mencapai 1,5 kali perhitungan tersebut diatas.
- Jagung yang basah menyebabkan proses grindingya lebih lama, sehingga biaya listrik untuk
penggilingan juga akan meningkat.
- Terlebih jika banyak kotoran /janggel jagung yang ikut tercampur kerugian bisa besar.
Kerugian Qualitas :
Jagung dengan kadar air tinggi tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama karena mudah berjamur. Jika akan disimpan harus mengeluarkan biaya untuk anti jamur atau pengeringan. Dan jika tetap digunakan walaupun berjamur bisa menyebabkan kerugian ekonomis yang lebih besar karena dapat menurunkan performa ayam.
Oleh karena itu peternak perlu menyiapkan 3 hal utama:1) karyawan yang jujur dan tegas, 2) alat sampling (termasuk alat test kadar air), 3). Prosedur yang benar.
Khusus untuk lokal pengambilan sample harus dilakukan 2 kali :
1). Pada saat masih di atas truks. Harus diambil dari semua bagian,permukaan belakang truks minimal 6 titik, permukaan atas 8 titik. Dari sampel tersebut dicampur secara homogen dan pilih dengan menggunakan metode quartering sampel. Sampel yang didapat ditest dan dibandingkan dengan standart. Jika sesuai maka jagung bisa diterima, tetapi belum tentu semua jagung bisa diterima, karena bagian bawah dan tengah belum diketahui apakah kualitasnya sama atau tidak.
2). Pengambilan sample yang kedua dilakukan sambil menurunkan jagung, yaitu di cek karung per karung. Karyawan disini harus benar-benar sudah paham perbedaan bunyi jagung yang basah dengan yang kering pada saat diambil sampelnya, perbedaan ketika dipegang dan tentu ini perlu pengalaman yang cukup banyak.
Jika terdapat jagung yang tidak sesuai dengan standart sebaiknya tidak perlu di terima supaya tidak mengkontaminasi jagung yang bagus.
Penyimpanan bisa dilakukan jika kadar air jagung dibawah 14%, dan sebaiknya tidak lebih dari 1 bulan. Disarankan untuk menyemprot atau menambah anti jamur jika akan disimpan dalam waktu yang cukup lama. Ini membutuhkan biaya tambahan, tetapi lebih sedikit dari pada resiko jika tidak ditambah dengan anti jamur. Penggunan palet mungkin agak sulit untuk di peternakan, tetapi penyimpanan dengan sistem curah dinilai lebih baik untuk sirkulasi dari pada ditumpuk menggunakan karung dengan tumpukan tinggi.